Jumat, 01 Juni 2012

IKIP JADI UNIVERSITAS SUDAH TEPATKAH? “ Oleh: Murnaria Manalu


For: Didaktika  UNJ
Penulis : Murnaria Manalu
Mahasiswa S3 UNJ  Jurusan MP 2003/2004
Unit Kerja : SMP Negeri  216 Jakarta
HP: 08129677561


“ IKIP JADI UNIVERSITAS SUDAH TEPATKAH? “
Oleh: Murnaria Manalu
Dimuat di Majalah Didaktika Universitas Negeri Jakarta


a.      Guru dan Dosen sebagai Tenaga Profesional.

        Guru dan dosen merupakan tenaga kependidikan yang bertugas mengajar setelah menyelesaikan  pendidikan di lembaga pendidikan tinggi. Seorang guru atau dosen merupakan pejabat profesional.  [1]  Menurut Schein (1972) yang dikutip Made dan penulis mengambil  3 dari  10 ciri, untuk mendukung judul di atas. Ciri-ciri professional  adalah : (1) bekerja sepenuhnya dalam jam-jam kerja (full time), (2) pilihan pekerjaan itu didasarkan kepada motivasi yang kuat, (3) memiliki seperangkat pengetahuan, ilmu, dan keterampilan khusus yang diperoleh lewat  pendidikan dan latihan yang lama. Kenapa point nomer tiga diberi tanda miring dan tebal? Hal ini untuk mempertegas peran penting suatu lembaga pendidikan yang akan mencetak guru atau dosen. Hal ini didukung oleh  UU RI Nomor 14 tahun 2005 bahwa guru dan dosen adalah tenaga professional. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.[2]  Pada undang-undang tersebut terdapat  pasal 19 sampai pasal 25 yang  mengatur dan menjelaskan lembaga pendidikan tinggi yang mempersiapkan  guru dan dosen, serta memuat begitu tingginya peran pendidikan tinggi yang mencetak  tenaga professional tersebut.
        Universitas Negeri Jakarta sebagai salah satu lembaga yang mencetak tenaga profesional guru dan dosen memiliki peran yang besar untuk mencetak tenaga kependidikan guru dan dosen di Indonesia. Dari informasi umum sejarah dan hari jadi Universitas Negeri Jakarta, menjelaskan perkembangan  cikal bakal IKIP Jakarta menjadi Universitas Negeri Jakarta. [3] Pada awal kemerdekaan,  pemerintah Indonesia merasakan kurangnya tenaga kependidikan di semua jenjang dan jenis lembaga pendidikan. Untuk meng­atasi masalah ini pemerintah mendirikan berbagai kursus pendidikan guru. Sekitar tahun 1950-an, pada jenjang pendidikan menengah didirikan B-I, B-II, dan PGSLP yang bertugas menyiapkan guru-guru untuk sekolah lanjutan. Peningkatkan mutu dan jumlah guru terus dilakukan melalui pendirian Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). Berdasarkan Keputusan Menteri P dan K No. 382/Kab. tahun 1954. PTPG ini didirikan di empat kota yakni Batusangkar, Ma­nado, Bandung, dan Malang. Dengan demikian terdapat dua macam lembaga pendidik­an yang menghasilkan tenaga guru, yaitu Kursus B-I/B-II/PGSLP dan PTPG. Kedua lembaga ini kemudian diintegrasi­kan menjadi satu lembaga pendidikan melalui berbagai tahap. Pada tahun 1957, PTPG diintegrasikan ke dalam Fakultas Ke­guruan dan Ilmu Pendidikan pada universitas terdekat di provinsi tersebut. Berdasarkan PP No. 51 tahun 1958 Fakultas Paedagogik diintegrasikan ke dalam FKIP.
Pada tahun 1963, oleh Kementerian Pendidikan Dasar mendirikan Institut Pendidikan Guru (IPG), guna menghasilkan guru sekolah menengah; sementara berdasarkan Keputusan Menteri P dan K No. 6 dan 7, tanggal 8 Pebruari 1961 Kursus B-I dan B-II diintegrasikan ke dalam FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan), di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi yang juga menghasilkan guru sekolah menengah. Dualisme ini dirasakan kurang efektif dan mengganggu manajemen pendidikan guru. Untuk mengatasi ini maka kursus B-I dan B-II di Jakarta diintegrasikan ke dalam FKIP Universitas Indonesia.  Melalui Keputusan Presiden RI No. 1 tahun 1963 tanggal 3 Januari 1963, ditetapkan integrasi sistem kelembagaan pendidikan guru salah satu butir pernyataan Kepres. tersebut adalah bahwa surat keputusan ini berlaku sejak 16 Mei 1964, yang kemudian dinyatakan sebagai hari lahirnya IKIP Jakarta. FKIP dan IPG diubah menjadi IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Proses pengintegrasian  FKIP-Universitas Indonesia dan IPG Jakarta, melahirkan IKIP Jakarta. Dalam perkembangan selanjutnya IKIP Jakarta setelah berusia lebih kurang 36 tahun, sejak tanggal 4 Agustus 1999 berubah menjadi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) berdasarkan Keppres 093/1999 tanggal 4 Agustus 1999, dan peresmiannya dilaksanakan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 31 Agustus 1999 di Istana Negara. Hari jadi Universitas Negeri Jakarta ditetapkan sama dengan hari jadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta yang merupakan cikal bakal Universitas Negeri Jakarta yaitu pada tanggal 16 Mei 1964.
      Berdasarkan Keppres Nomor 93 tahun 1999, tersebut berarti kurang lebih sepuluh tahun setelah terjadi perubahan  kebijakan  IKIP menjadi Univesitas. Sampai dimana hasil kebijakan tersebut dapat menghasilkan tenaga professional guru dan dosen yang berkualitas dan diterima di dunia kerja. Menurut Tilaar dan Riant Nugroho hendaknya kebijaksanaannya merumuskan tujuan bersama yang dinilai tepat untuk bangsanya.[4] ? Sudah tepatkah terjadi perubahan kebijakan itu  terhadap kepentingan anak bangsa?
Barangkali kita perlu mendengar pendapat anak bangsa  terhadap  kebijakan IKIP Jakarta menjadi UNJ tersebut sebagai lembaga yang mempersiapkan tenaga guru dan dosen yang professional  di internet antara lain: (1) Dulu dikenal sebagai IKIP atau Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, sekarang jadi Universitas-tak beda dengan perguruan tinggi lainnya. (2) Saya tertarik pada topik ini karena buat saya kasus ini membuat UNJ jadi seperti tak punya jati diri. demikian pula yang terjadi  dengan mahasiswanya. (3) Saya teringat akhir tahun lalu saya dan teman-teman mengantar siswa kami berkunjung ke UNJ, saat itu kami dapat kehormatan diterima oleh mahasiswa dari BEM UNJ yang juga mempresentasikan tentang jurusan dan fakultas di UNJ. sayangnya…saya terkaget-kaget dengan pernyataannya: “lulusan UNJ tidak harus jadi guru kok.”  (4) Oh nooo…kedengarannya biasa saja memang. tapi buat saya..aneh. kenapa aneh? karena jika begitu keadaannya di pandangan mahasiswa..maka apa keunggulan UNJ? (5) Kalau jawabannya adalah bahwa UNJ bisa mencetak tenaga pendidik, lalu kenapa UNJ jadi Universitas bukannya tetap jadi IKIP saja?  (6) Saya banyak menyarankan pada lulusan SMA yang mau melanjutkan ke perguruan tinggi: kalau kalian tertarik masuk ke universitas mantan IKIP maka pilihlah yang  program studi pendidikan. Bukannya saya menepikan jurusan yang non-pendidikan. tapi saya berpikir…bagaimanapun juga lembaga-lembaga  bekas  IKIP ini pada desainnya tetap berisi para ahli di bidang pendidikan. Coba anda hitung sudah berapa lama IKIP ambil bagian dalam urusan percetakan lembaga pendidikan? (7) Lalu berapa lama UI berurusan dengan ilmu-ilmu “murni” (saya bilang begitu karena tak bisa menemukan term yang pas buat program studi non-pendidikan). (8) Yah..anda bisa berpikir sendiri lah. (9) Bagaimanapun..banggalah terhadap almamater saya, sayapun bangga jadi mahasiswa UNJ makanya bisa lahir tulisan ini…saking sayangnya dan perhatiannya saya pada almamater saya ini..: (10) Sebagai alumnus ke empat kalinya dari IKIP Jakarta  atau  Universitas Negeri Jakarta, tentu penulis bangga sekaligus berharap banyak  akan keberadaan lembaga pendidikan tinggi ini  agar selalu meningkatkan kualitas sarana dan prasarananya agar benar-benar menjadi lembaga pendidikan tinggi yang bermutu baik  dan  menjadi pilihan utama dan pertama, bukan pelarian  pilihan  dalam memilih universitas negeri. [5]

b.      Keberadaan Universitas Mantan Ikip

         Mengapa Universitas mantan Ikip Negeri  masih perlu berbenah diri secara  maksimal, karena hasil penelitian World Universities,s Ranking on The Web January 2009, dari beberapa universitas mantan IKIP ini, hanya dua Universitas yang masuk ke dalam daftar 50 Universitas yang berkualitas di Indonesia. Universitas mantan IKIP ini perlu memiliki ketegasan pilihan dan konsistensi dalam penyelengaraan pendidikan. Karena universitas ini membuka diri dengan menyelenggarakan pendidikan pada Bidang Pendidikan dan Non Pendidikan, karena ke dua hal  ini menuntut sarana dan prasarana yang berbeda, dan perlakuan keilmuan yang berbeda. Dan juga perlu keseragaman keputusan salah satu contohnya pada jurusan Georafi di beberapa jurusan ini masuk Fakultas  MIPA sementara beberapa universitas mantan Ikip ini masuk Fakultas Sosial. Belum lagi pilihan membuka  jurusan baru antar universitas ini sangat beragam sementara ketersediaan dosen belum memadai berdasarkan  jurusan yang baru di buka. Tentu hal ini akan berdampak negative pada out put universitas  mantan IKIP serta kualitas dan  profesionalisme para lulusannya.
          Sudahkan ada penelitian yang akurat  terhadap kesiapan dan kualitas  lulusan mahasiswa  mantan IKIP terhadap dunia kerja setelah menggunakan label  universitas  dan membandingkannya dengan lulusan IKIP sepuluh tahun sebelumnya ? Apakah perlakuan  para pengelola dan pelaksana pendidikan sama terhadap mahasiswanya? Apakah ketersediaan  sarana prasarana terhadap bidang pendidikan dan non pendidikan sama haknya ? Apakah pembiayaan antara keduanya terdapat perbedaan?  Bila universitas mantan Ikip ini lebih fokus kepada Non Pendidikan bagaimana dengan tuntutan “ adanya sertifikasi guru ?” Bukankah Universitas mantan IKIP mendua hati, disatu sisi ingin sederajat dengan sesama universitas, tetapi disisi lain masih menjadi institut yang meningkatkan kompetensi guru karena proyek ini sangat menggiurkan karena seorang assessor menilai guru dengan honor yang lumayan.  Jadi apa bedanya? Belum lagi IKIP swasta yang tidak mau merubah nama menjadi universitas, jadi kebijakan pemerintah mengenai pendidikan tinggi ini menjadi kebijakan gado-gado. Apakah kebijakan gado-gado di negeri ini sudah dipikirkan efeknya di masa depan? Coba seandainya IKIP tetap menjadi IKIP (LPTK) dan bekerjasama dengan LPMP dan MGMP, ketiganya  bersatu padu dalam satu kesinambungan kebijakan untuk meningkatkan kualitas para guru?  Pasti kajian penelitian yang gagal menjadi disertasi ini layak untuk dipertimbangkan untuk memperbaiki pendidikan kita yang saat ini terjadi ? Daripada tanpa status yang jelas.
        Menjawab pertanyaan di atas Universitas mantan IKIP perlu membuka diri lebih luas terhadap informatisasi dan tehnologi agar tidak tertinggal dengan universitas yang bukan mantan IKIP. Proses informatisasi yang cepat karena kemajuan teknologi semakin membuat horizon kehidupan diplanet dunia semakin meluas dan sekaligus dunia ini semakin mengerut. Hal ini berarti berbagai masalah kehidupan manusia menjadi masalah global atau setidak-tidaknya tidak dapat dilepaskan dari kejadian dibelahan bumi yang lain, baik masalah politik, ekonomi, maupun sosial. Pendidikan bertugas untuk mengembangkan kesadaran atas tanggung jawab setiap warga negara terhadap kelanjutan hidupnya. [6] 
          Ingat persaingan universitas mantan IKIP menjadi lebih luas lagi. Jangan puas dengan bersaing dengan sesama IKIP saja, tetapi juga dengan Universitas yang keilmuan dan penelitiannya sudah diakui dunia.  Untuk menang dalam persaingan antara lain dengan meningkatkan sarana dan prasarana. Salah satunya meningkatkan sarana dan prasana perpustakaannya, baik perpustakaan fakultas ataupun pusat harus bisa mendukung mahasiswa untuk memperoleh ilmu seluas-luasnya. Perpustakaan sebaiknya  bukan hanya cara manual tetapi sudah bisa diakses di dunia maya. Jam buka dan tutup perpustakaan juga perlu diperbaharui, dibeberapa  universitas bahkan sudah berani buka sampai malam hari, namun IKIP Jakarta tercinta hanya sebatas jam kerja pegawai kantoran. Tentu hal ini membawa kekesalan tertentu kepada penggunanya. Sementara  referensi dan jumlah buku yang dapat dipinjam hanya dua buah permahasiswa, dan waktu baca /pinjam juga terbatas, tentu sarana pendukung ini  masih invalid dan perlu segera dibenahi.  Belum lagi  keberadaan hot spot universitas  belum menjangkau keseluruh wilayah kampus dengan  baik.  Hanya di pojok-pojok tertentu yang punya sinyal baik, padahal akses internet sudah menjadi kebutuhan para mahasiswa. Fasilitas listrik dan pojok-pojok tempat mahasiswa duduk untuk mengakses internet belum memadai, bahkan minim  keamanan dan keselamatan  akibat laptopnya asal dapat tempat saja. Alangkah indahnya seandainya ruing ruing tenda diperbanyak di sekitar kampus sehingga mahasiswa dapat berdiskusi sekaligus mengakses internet dengan mudah dengan saluran listrik yang terdapat disetiap riung tenda atau  pojok internet. Jadi lab computer  bukan membuka warnet yang memasang tarif lebih mahal atau setara   dengan warnet swasta. Kembalikan lab computer ke fungsinya untuk membantu mahasiswa yang tidak mampu agar mereka juga dapat mengakses internet.
          Belum lagi di kelas-kelas ruang belajar mahasiswa keberadaan LCD yang sangat terbatas, hal ini gambaran keberadaan sarana yang terbatas. Apakah hal ini   akibat dari sebagian dosen yang masih belum menggunakan tehnologi terbaru ini atau karena kurangnya sarana. Jumlah ruang kelas juga masih belum bertambah sementara jumlah mahasiwa non regular bertambah dengan pesat. Tidakkah ratio ruang kelas dan jumlah mahasiswa dan dosen harus seimbang dengan baik.  Penelitian dan pengembangan profesi dosen pada bidang pendidikan dan non pendidikan apakah sudah sesuai dengan kaidah keilmuan dan prinsip kerja dari metode penelitian yang sesungguhnya. Masih banyak lagi yang harus diperbaiki pada kampus tercinta Universitas mantan IKIP ini agar keberadaannya mendapat pengakuan di masyarakat.

c.       Kesimpulan

        Perubahan Ikip menjadi Universitas hendaknya tidak menjadikan lembaga mantan IKIP ini  menjadi menara gading bagi para guru alumnusnya. Dualisme visi lembaga ini untuk non pendidikan dan non kependidikan ini bukan hanya merupakan kemubaziran sumber dana dan daya, juga akan memperlemah citra profesi kependidikan. Karena lembaga tidak lagi focus pada penghasil guru yang berkualitas, akibatnya profesi guru  sebagai pilihan profesi kelas dua. Profesi guru dan dosen haruslah diyakini sebagai profesi masa depan , sehingga para tenaga kependidikan perlu dididik di lembaga pendidikan formal  dengan  baik,  menjadi  sarjana “ plus “ . Dan hal ini  menuntut restrukturisasi LPTK. Sejalan dengan itu, lembaga universitas mantan ikip harus tetap menjaga citra profesi guru. Usaha yang dilakukan harus secara sadar ditingkatkan melalui kebijaksanaan pemerintah dan  ditunjang oleh kemauan baik masyarakat luas. Sehingga  Universitas walaupun  mendapat julukan  mantan IKIP, tetaplah konsisten meningkatkan mutu anak bangsa.  Semoga!
          
Daftar Pustaka:

H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan       
          dan kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik ( Jakarta ; Pustaka Pelajar, 2008)
H.A.R Manajemen Pendidikan Nasional kajian Pendidikan Masa Depan, (Bandung, Remaja Rosdakarya,   
           2003)
Made Pidarta, Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, (Jakarta; Rineka
            Cipta; 1997)
Pedoman akademik 2004/2005 Fakultas  Ilmu Sosial,  (Jakarta; UNJ;2004)
UU RI Nomor 14 tentang Guru dan Dosen, (Bandung ; Citra Umbara; 2006)



[1] Made Pidarta, Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, (Jakarta; Rineka Cipta; 1997), h. 265
[2] UU RI Nomor 14 tentang Guru dan Dosen, (Bandung ; Citra Umbara; 2006), h.3
[3] Pedoman akademik 2004/2005 Fakultas  Ilmu Sosial,  (Jakarta; UNJ;2004), h.1
[4] H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik ( Jakarta ; Pustaka Pelajar, 2008), h. 262
[5] Face book alumni UNJ.
[6] H.A.R Manajemen Pendidikan Nasional kajian Pendidikan Masa Depan, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2003), h.4

Tidak ada komentar: