For: Didaktika UNJ
Penulis : Murnaria Manalu
Mahasiswa S3 UNJ Jurusan MP
2003/2004
Unit Kerja : SMP Negeri 216
Jakarta
HP: 08129677561
“ IKIP JADI UNIVERSITAS SUDAH
TEPATKAH? “
Oleh: Murnaria Manalu
Dimuat di Majalah Didaktika Universitas
Negeri Jakarta
a.
Guru dan
Dosen sebagai Tenaga Profesional.
Guru
dan dosen merupakan tenaga kependidikan yang bertugas mengajar setelah
menyelesaikan pendidikan di lembaga
pendidikan tinggi. Seorang guru atau dosen merupakan pejabat profesional. [1] Menurut Schein (1972) yang dikutip Made dan
penulis mengambil 3 dari 10 ciri, untuk mendukung judul di atas.
Ciri-ciri professional adalah : (1)
bekerja sepenuhnya dalam jam-jam kerja (full time), (2) pilihan pekerjaan itu
didasarkan kepada motivasi yang kuat, (3)
memiliki seperangkat pengetahuan, ilmu,
dan keterampilan khusus yang diperoleh lewat pendidikan dan latihan yang lama.
Kenapa point nomer tiga diberi tanda miring dan tebal? Hal ini untuk
mempertegas peran penting suatu lembaga pendidikan yang akan mencetak guru atau
dosen. Hal ini didukung oleh UU RI Nomor
14 tahun 2005 bahwa guru dan dosen adalah tenaga professional. Profesional
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.[2] Pada undang-undang tersebut terdapat pasal 19 sampai pasal 25 yang mengatur dan menjelaskan lembaga pendidikan
tinggi yang mempersiapkan guru dan
dosen, serta memuat begitu tingginya peran pendidikan tinggi yang mencetak tenaga professional tersebut.
Universitas Negeri Jakarta
sebagai salah satu lembaga yang mencetak tenaga profesional guru dan dosen
memiliki peran yang besar untuk mencetak tenaga kependidikan guru dan dosen di
Indonesia. Dari informasi umum sejarah dan hari jadi Universitas Negeri
Jakarta, menjelaskan perkembangan cikal
bakal IKIP Jakarta menjadi Universitas Negeri Jakarta. [3] Pada awal
kemerdekaan, pemerintah Indonesia
merasakan kurangnya tenaga kependidikan di semua jenjang dan jenis lembaga
pendidikan. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah mendirikan berbagai kursus
pendidikan guru. Sekitar tahun 1950-an, pada jenjang pendidikan menengah
didirikan B-I, B-II, dan PGSLP yang bertugas menyiapkan guru-guru untuk sekolah
lanjutan. Peningkatkan mutu dan jumlah guru terus dilakukan melalui pendirian
Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). Berdasarkan Keputusan Menteri P dan K
No. 382/Kab. tahun 1954. PTPG ini didirikan di empat kota yakni Batusangkar, Manado,
Bandung, dan Malang. Dengan demikian terdapat dua macam lembaga pendidikan
yang menghasilkan tenaga guru, yaitu Kursus B-I/B-II/PGSLP dan PTPG. Kedua
lembaga ini kemudian diintegrasikan menjadi satu lembaga pendidikan melalui
berbagai tahap. Pada tahun 1957, PTPG diintegrasikan ke dalam Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan pada universitas terdekat di provinsi tersebut. Berdasarkan
PP No. 51 tahun 1958 Fakultas Paedagogik diintegrasikan ke dalam FKIP.
Pada tahun 1963, oleh Kementerian Pendidikan Dasar mendirikan Institut
Pendidikan Guru (IPG), guna menghasilkan guru sekolah menengah; sementara
berdasarkan Keputusan Menteri P dan K No. 6 dan 7, tanggal 8 Pebruari 1961
Kursus B-I dan B-II diintegrasikan ke dalam FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan), di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi yang juga menghasilkan guru
sekolah menengah. Dualisme ini dirasakan kurang efektif dan mengganggu
manajemen pendidikan guru. Untuk mengatasi ini maka kursus B-I dan B-II di
Jakarta diintegrasikan ke dalam FKIP Universitas Indonesia. Melalui Keputusan Presiden RI No. 1 tahun
1963 tanggal 3 Januari 1963, ditetapkan integrasi sistem kelembagaan pendidikan
guru salah satu butir pernyataan Kepres. tersebut adalah bahwa surat keputusan
ini berlaku sejak 16 Mei 1964, yang kemudian dinyatakan sebagai hari lahirnya
IKIP Jakarta. FKIP dan IPG diubah menjadi IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan). Proses pengintegrasian
FKIP-Universitas Indonesia dan IPG Jakarta, melahirkan IKIP Jakarta.
Dalam perkembangan selanjutnya IKIP Jakarta setelah berusia lebih kurang 36
tahun, sejak tanggal 4 Agustus 1999 berubah menjadi Universitas Negeri Jakarta
(UNJ) berdasarkan Keppres 093/1999 tanggal 4 Agustus 1999, dan peresmiannya
dilaksanakan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 31 Agustus 1999 di
Istana Negara. Hari jadi Universitas Negeri Jakarta ditetapkan sama dengan hari
jadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta yang merupakan cikal
bakal Universitas Negeri Jakarta yaitu pada tanggal 16 Mei 1964.
Berdasarkan
Keppres Nomor 93 tahun 1999, tersebut berarti kurang lebih sepuluh tahun
setelah terjadi perubahan kebijakan IKIP menjadi Univesitas. Sampai dimana hasil
kebijakan tersebut dapat menghasilkan tenaga professional guru dan dosen yang
berkualitas dan diterima di dunia kerja. Menurut Tilaar dan Riant Nugroho
hendaknya kebijaksanaannya merumuskan tujuan bersama yang dinilai tepat untuk
bangsanya.[4] ? Sudah tepatkah
terjadi perubahan kebijakan itu terhadap
kepentingan anak bangsa?
Barangkali kita perlu mendengar pendapat anak bangsa terhadap
kebijakan IKIP Jakarta menjadi UNJ tersebut sebagai lembaga yang
mempersiapkan tenaga guru dan dosen yang professional di internet antara lain: (1) Dulu dikenal sebagai IKIP atau Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, sekarang jadi Universitas-tak beda dengan
perguruan tinggi lainnya. (2) Saya tertarik pada topik ini karena buat saya
kasus ini membuat UNJ jadi seperti tak punya jati diri. demikian pula yang
terjadi dengan mahasiswanya. (3) Saya
teringat akhir tahun lalu saya dan teman-teman mengantar siswa kami berkunjung
ke UNJ, saat itu kami dapat kehormatan diterima oleh mahasiswa dari BEM UNJ
yang juga mempresentasikan tentang jurusan dan fakultas di UNJ. sayangnya…saya
terkaget-kaget dengan pernyataannya: “lulusan UNJ tidak harus jadi guru
kok.” (4) Oh nooo…kedengarannya biasa
saja memang. tapi buat saya..aneh. kenapa aneh? karena jika begitu keadaannya
di pandangan mahasiswa..maka apa keunggulan UNJ? (5) Kalau jawabannya adalah
bahwa UNJ bisa mencetak tenaga pendidik, lalu kenapa UNJ jadi Universitas
bukannya tetap jadi IKIP saja? (6) Saya
banyak menyarankan pada lulusan SMA yang mau melanjutkan ke perguruan tinggi:
kalau kalian tertarik masuk ke universitas mantan IKIP maka pilihlah yang
program studi pendidikan. Bukannya saya menepikan jurusan yang non-pendidikan.
tapi saya berpikir…bagaimanapun juga lembaga-lembaga bekas
IKIP ini pada desainnya tetap berisi para ahli di bidang pendidikan.
Coba anda hitung sudah berapa lama IKIP ambil bagian dalam urusan percetakan
lembaga pendidikan? (7) Lalu berapa lama UI berurusan dengan ilmu-ilmu “murni”
(saya bilang begitu karena tak bisa menemukan term yang pas buat program studi
non-pendidikan). (8) Yah..anda bisa berpikir sendiri lah. (9) Bagaimanapun..banggalah
terhadap almamater saya, sayapun bangga jadi mahasiswa UNJ makanya bisa lahir
tulisan ini…saking sayangnya dan perhatiannya saya pada almamater saya ini..:
(10) Sebagai alumnus ke empat kalinya dari IKIP Jakarta atau
Universitas Negeri Jakarta, tentu penulis bangga sekaligus berharap
banyak akan keberadaan lembaga
pendidikan tinggi ini agar selalu
meningkatkan kualitas sarana dan prasarananya agar benar-benar menjadi lembaga
pendidikan tinggi yang bermutu baik
dan menjadi pilihan utama dan pertama,
bukan pelarian pilihan dalam memilih universitas negeri. [5]
b. Keberadaan
Universitas Mantan Ikip
Mengapa Universitas mantan Ikip
Negeri masih perlu berbenah diri
secara maksimal, karena hasil penelitian
World Universities,s Ranking on The Web January 2009, dari beberapa universitas
mantan IKIP ini, hanya dua Universitas yang masuk ke dalam daftar 50
Universitas yang berkualitas di Indonesia. Universitas
mantan IKIP ini perlu memiliki ketegasan pilihan dan konsistensi dalam
penyelengaraan pendidikan. Karena universitas ini membuka diri dengan
menyelenggarakan pendidikan pada Bidang Pendidikan dan Non Pendidikan, karena
ke dua hal ini menuntut sarana dan
prasarana yang berbeda, dan perlakuan keilmuan yang berbeda. Dan juga perlu
keseragaman keputusan salah satu contohnya pada jurusan Georafi di beberapa
jurusan ini masuk Fakultas MIPA
sementara beberapa universitas mantan Ikip ini masuk Fakultas Sosial. Belum
lagi pilihan membuka jurusan baru antar
universitas ini sangat beragam sementara ketersediaan dosen belum memadai
berdasarkan jurusan yang baru di buka.
Tentu hal ini akan berdampak negative pada out put universitas mantan IKIP serta kualitas dan profesionalisme para lulusannya.
Sudahkan ada penelitian yang akurat
terhadap kesiapan dan kualitas
lulusan mahasiswa mantan IKIP
terhadap dunia kerja setelah menggunakan label
universitas dan membandingkannya
dengan lulusan IKIP sepuluh tahun sebelumnya ? Apakah perlakuan para pengelola dan pelaksana pendidikan sama
terhadap mahasiswanya? Apakah ketersediaan
sarana prasarana terhadap bidang pendidikan dan non pendidikan sama
haknya ? Apakah pembiayaan antara keduanya terdapat perbedaan? Bila universitas mantan Ikip ini lebih fokus
kepada Non Pendidikan bagaimana dengan tuntutan “ adanya sertifikasi guru ?”
Bukankah Universitas mantan IKIP mendua hati, disatu sisi ingin sederajat
dengan sesama universitas, tetapi disisi lain masih menjadi institut yang
meningkatkan kompetensi guru karena proyek ini sangat menggiurkan karena
seorang assessor menilai guru dengan honor yang lumayan. Jadi apa bedanya? Belum lagi IKIP swasta yang
tidak mau merubah nama menjadi universitas, jadi kebijakan pemerintah mengenai
pendidikan tinggi ini menjadi kebijakan gado-gado. Apakah kebijakan gado-gado
di negeri ini sudah dipikirkan efeknya di masa depan? Coba seandainya IKIP
tetap menjadi IKIP (LPTK) dan bekerjasama dengan LPMP dan MGMP, ketiganya bersatu padu dalam satu kesinambungan
kebijakan untuk meningkatkan kualitas para guru? Pasti kajian penelitian yang gagal menjadi
disertasi ini layak untuk dipertimbangkan untuk memperbaiki pendidikan kita
yang saat ini terjadi ? Daripada tanpa status yang jelas.
Menjawab
pertanyaan di atas Universitas mantan IKIP perlu membuka diri lebih luas
terhadap informatisasi dan tehnologi agar tidak tertinggal dengan universitas
yang bukan mantan IKIP. Proses informatisasi yang cepat karena kemajuan
teknologi semakin membuat horizon kehidupan diplanet dunia semakin meluas dan
sekaligus dunia ini semakin mengerut. Hal ini berarti berbagai masalah
kehidupan manusia menjadi masalah global atau setidak-tidaknya tidak dapat
dilepaskan dari kejadian dibelahan bumi yang lain, baik masalah politik,
ekonomi, maupun sosial. Pendidikan bertugas untuk mengembangkan kesadaran atas
tanggung jawab setiap warga negara terhadap kelanjutan hidupnya. [6]
Ingat
persaingan universitas mantan IKIP menjadi lebih luas lagi. Jangan puas dengan
bersaing dengan sesama IKIP saja, tetapi juga dengan Universitas yang keilmuan
dan penelitiannya sudah diakui dunia.
Untuk menang dalam persaingan antara lain dengan meningkatkan sarana dan
prasarana. Salah satunya meningkatkan sarana dan prasana perpustakaannya, baik
perpustakaan fakultas ataupun pusat harus bisa mendukung mahasiswa untuk
memperoleh ilmu seluas-luasnya. Perpustakaan sebaiknya bukan hanya cara manual tetapi sudah bisa
diakses di dunia maya. Jam buka dan tutup perpustakaan juga perlu diperbaharui,
dibeberapa universitas bahkan sudah
berani buka sampai malam hari, namun IKIP Jakarta tercinta hanya sebatas jam
kerja pegawai kantoran. Tentu hal ini membawa kekesalan tertentu kepada
penggunanya. Sementara referensi dan
jumlah buku yang dapat dipinjam hanya dua buah permahasiswa, dan waktu baca
/pinjam juga terbatas, tentu sarana pendukung ini masih invalid dan perlu segera dibenahi. Belum lagi keberadaan
hot spot universitas belum menjangkau
keseluruh wilayah kampus dengan
baik. Hanya di pojok-pojok
tertentu yang punya sinyal baik, padahal akses internet sudah menjadi kebutuhan
para mahasiswa. Fasilitas listrik dan pojok-pojok tempat mahasiswa duduk untuk
mengakses internet belum memadai, bahkan minim
keamanan dan keselamatan akibat
laptopnya asal dapat tempat saja. Alangkah indahnya seandainya ruing ruing
tenda diperbanyak di sekitar kampus sehingga mahasiswa dapat berdiskusi
sekaligus mengakses internet dengan mudah dengan saluran listrik yang terdapat
disetiap riung tenda atau pojok
internet. Jadi lab computer bukan
membuka warnet yang memasang tarif lebih mahal atau setara dengan warnet swasta. Kembalikan lab
computer ke fungsinya untuk membantu mahasiswa yang tidak mampu agar mereka
juga dapat mengakses internet.
Belum lagi di
kelas-kelas ruang belajar mahasiswa keberadaan LCD yang sangat terbatas, hal
ini gambaran keberadaan sarana yang terbatas. Apakah hal ini akibat dari sebagian dosen yang masih belum
menggunakan tehnologi terbaru ini atau karena kurangnya sarana. Jumlah ruang
kelas juga masih belum bertambah sementara jumlah mahasiwa non regular
bertambah dengan pesat. Tidakkah ratio ruang kelas dan jumlah mahasiswa dan dosen
harus seimbang dengan baik. Penelitian
dan pengembangan profesi dosen pada bidang pendidikan dan non pendidikan apakah
sudah sesuai dengan kaidah keilmuan dan prinsip kerja dari metode penelitian
yang sesungguhnya. Masih banyak lagi yang harus diperbaiki pada kampus tercinta
Universitas mantan IKIP ini agar keberadaannya mendapat pengakuan di
masyarakat.
c.
Kesimpulan
Perubahan Ikip menjadi Universitas
hendaknya tidak menjadikan lembaga mantan IKIP ini menjadi menara gading bagi para guru alumnusnya.
Dualisme visi lembaga ini untuk non pendidikan dan non kependidikan ini bukan
hanya merupakan kemubaziran sumber dana dan daya, juga akan memperlemah citra
profesi kependidikan. Karena lembaga tidak lagi focus pada penghasil guru yang
berkualitas, akibatnya profesi guru sebagai pilihan profesi kelas dua. Profesi guru dan
dosen haruslah diyakini sebagai profesi masa depan , sehingga para tenaga
kependidikan perlu dididik di lembaga pendidikan formal dengan
baik, menjadi sarjana “ plus “ . Dan hal ini menuntut restrukturisasi LPTK. Sejalan dengan
itu, lembaga universitas mantan ikip harus tetap menjaga citra profesi guru.
Usaha yang dilakukan harus secara sadar ditingkatkan melalui kebijaksanaan
pemerintah dan ditunjang oleh kemauan
baik masyarakat luas. Sehingga Universitas walaupun mendapat julukan mantan IKIP, tetaplah konsisten meningkatkan
mutu anak bangsa. Semoga!
Daftar Pustaka:
H.A.R. Tilaar
& Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan
Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan
dan kebijakan Pendidikan
sebagai Kebijakan Publik ( Jakarta ; Pustaka Pelajar, 2008)
H.A.R Manajemen
Pendidikan Nasional kajian Pendidikan Masa Depan, (Bandung, Remaja Rosdakarya,
2003)
Made Pidarta, Landasan
Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, (Jakarta; Rineka
Cipta; 1997)
Pedoman akademik
2004/2005 Fakultas Ilmu Sosial, (Jakarta; UNJ;2004)
UU RI Nomor 14
tentang Guru dan Dosen, (Bandung ; Citra Umbara; 2006)
[1] Made Pidarta, Landasan Kependidikan
Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, (Jakarta; Rineka Cipta; 1997),
h. 265
[4] H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho,
Kebijakan Pendidikan Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan
kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik ( Jakarta ; Pustaka Pelajar,
2008), h. 262
[5]
Face book alumni UNJ.
[6]
H.A.R Manajemen Pendidikan Nasional kajian Pendidikan Masa Depan, (Bandung,
Remaja Rosdakarya, 2003), h.4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar